Tata Cara Sholat
Tahajud dan Shalat Dhuha Yang Benar
Pertanyaan dari:
Isya Anshari, Jl.
Kebun Karet "Pondok Rawa Indah" No. 67 Banjar Baru - Kalsel
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr.
Wb.
Saya ingin mengetahui tata cara shalat tahajud dan shalat dhuha yang benar,
atau sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw.
Demikian pertanyaan saya. Terima kasih atas
perhatiannya.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb.
Jawaban:
Pertanyaan saudara mengenai tata cara shalat tahajud
dan tata cara shalat dhuha ini sudah dijelaskan dalam Himpunan Putusan
Tarjih, halaman 341-355, dan sebenarnya juga sudah pernah ditanyakan kepada
kami dan jawabannya dapat dilihat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 3, halaman
107-115 dan halaman 124-126 serta di rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara
Muhammadiyah No. 22 tahun ke- 91/ 2006. Khusus mengenai tata cara shalat
tahajud, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga sudah
menerbitkan buku Tuntunan Ramadhan, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah. Pada
dasarnya shalat tahajud, shalat witir, qiyamu Ramadhan, dan qiyamu
lail adalah sama, yaitu sebelas rakaat (Berdasarkan HR. al-Bukhari
dari 'Aisyah).
Sehubungan dengan itu, kami anjurkan saudara untuk
membaca kembali beberapa buku dan majalah tersebut. Namun demikian, dengan
merujuk kembali kepada sumber-sumber tersebut, tata cara shalat tahajud dapat
disimpulkan secara ringkas sebagai berikut:
1. Waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai
sebelum waktu shubuh. (Berdasarkan HR. al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah).
Tetapi yang paling baik adalah pada sepertiga akhir malam (Berdasarkan HR.
Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir).
2. Shalat tahajud boleh dikerjakan secara berjamaah
(berdasarkan HR. Muslim dari Ibnu 'Abbas), dan boleh juga dilakukan sendirian.
3. Diawali dengan shalat iftitah dua rakaat. (Berdasarkan HR. Muslim, Ahmad dan
Abu Daud dari Abu Hurairah). Adapun cara melaksanakan shalat iftitah adalah
sebagai berikut:
a. Sebelum membaca
al-Fatihah pada rakaat pertama, membaca do'a iftitah:
سُبْحَانَ اللهِ ذِي الْمَلَكُوْتِ وَالْجَبَرُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
"Subhaanallaahi dzil-malakuuti
wal-jabaruuti wal-kibriyaa’i wal 'adzamah". Artinya: “Maha suci Allah, Dzat yang memiliki kerajaan, kekuasaan,
kebesaran, dan keagungan.”
b. Hanya membaca surat al-Fatihah (tidak membaca surat
lain) pada tiap rakaat. (Berdasarkan HR. Abu Daud dari Kuraib
dari Ibnu 'Abbas). Adapun bacaan lainnya seperti; bacaan ruku’, i'tidal, sujud
dan lainnya sama seperti shalat biasa.
c. Shalat iftitah boleh dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.
(Berdasarkan HR ath-Thabrani dari Hudzaifah bin Yaman)
4. Setelah itu, melaksanakan shalat sebelas rakaat.
Beberapa hadis Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa shalat tahajud bisa
dilaksanakan dengan berbagai cara, di antaranya adalah:
a. Melaksanakan empat rakaat + empat rakaat + tiga rakaat
(4 + 4 + 3 = 11 rakaat). (Berdasarkan HR. Al-Bukhari dari 'Aisyah)
b. Dua rakaat iftitah + dua rakaat + dua rakaat + dua
rakaat + dua rakaat + dua rakaat + satu rakaat (2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1 = 13
rakaat). (Berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).
5. Pada shalat witir, hendaknya membaca surat al-A'la setelah al-Fatihah pada
rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan al-Ikhlas pada rakaat
yang ketiga. Setelah salam, sambil duduk membaca:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3x)
“Subhanal-malikil-qudduus.” (3x)
Artinya: “Maha Suci (Allah), Dzat Yang Maha
Kuasa dan Yang Maha Suci.”,
dengan
mengeraskan dan memanjangkan pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:
رَبِّ الْمَلائِكَةِ
وَالرُّوحِ
“Rabbil-malaaikati war-ruuh”.
Artinya: “Yang
Menguasai para malaikat dan ruh.”
(Berdasarkan
HR. al-Baihaqi, juz 3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/
no. 2, dari Ubay bin Ka'ab. Hadis ini dikuatkan oleh 'Iraqi)
6. Membaca do'a.
Di antara do'a-do'a yang dibaca Rasulullah
Saw. adalah:
a. Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari
Ibnu 'Abbas:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي
نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي
نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا.
Artinya: “Ya Allah, berikanlah
di dalam hatiku cahaya, di dalam penglihatanku cahaya, di dalam pendengaranku
cahaya. Dan (berikanlah) cahaya dari sebelah kananku, cahaya dari sebelah
kiriku, cahaya dari atasku, cahaya di bawahku, cahaya di depanku, cahaya di
belakangku, dan berikanlah cahaya pada seluruh tubuhku.”
b. Berdasarkan riwayat Muslim dari 'Aisyah:
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ
عَلَى نَفْسِكَ.
Artinya: “Ya
Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan
keselamatan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak
dapat lagi menghitung pujian yang ditujukan kepada-Mu. Engkau adalah
sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu sendiri.”
c. Berdasarkan hadis
riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ
وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ
وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ
آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ
حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا
أَعْلَنْتُ أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
Artinya: “Ya Allah, hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau cahaya (penerang) langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Penegak langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi beserta isinya. Engkau adalah Dzat yang haq. Janji-Mu adalah benar. Firman-Mu adalah benar. Perjumpaan dengan-Mu adalah benar. Surga adalah nyata. Neraka adalah nyata. Para nabi adalah benar. Hari kiamat adalah nyata. Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berserah diri. Hanya kepada-Mu aku beriman. Hanya kepada-Mu aku bertawakal. Hanya kepada-Mu aku kembali. Hanya atas pertolongan-Mu aku berjuang. Hanya kepada-Mu aku mohon keadilan. Maka ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, yang aku lakukan secara sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan. Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.”
Doa-doa tersebut
bisa dibaca ketika sujud, setelah membaca shalawat pada tasyahud akhir, atau
ketika selesai shalat.
Sedangkan
tata cara shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai
berikut:
1. Dilaksanakan pada saat matahari sudah naik kira-kira
sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya bukan pada waktu matahari baru
terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari
Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat, waktu shalat dhuha dimulai sekitar
setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
2. Shalat dhuha dapat dilaksanakan sebanyak:
a.
Dua
rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah).
b.
Empat rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).
c.
Delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat
(berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
d.
Boleh dikerjakan dengan jumlah rakaat yang kita
inginkan. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari 'Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim)
Al-'Iraqi mengatakan dalam Syarah
at-Tirmidzi, "Aku tidak melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun
tabi'in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat. Demikian juga pendapat
Imam as-Suyuti, dari Ibrahim an-Nakha'i; bahwa seseorang bertanya kepada Aswad
bin Yazid, "Berapa rakaat aku harus shalat dhuha?" Ia menjawab,
"terserah kamu". (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251,
terbitan Dar al-Fath li al-'Ilam al-Arabi. Hadist-hadist yang
menyatakan jumlah rakaatnya dua belas tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam, juz 2, hal. 19, terbitan Dar
al-Kutub al-Ilmiyah)
3. Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Berdasarkan
hadis:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا
إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan
dari 'Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada 'Aisyah,
"Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?", 'Aisyah
menjawab, "Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” [HR.
Muslim]
Syu'bah meriwayatkan
dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; "Ibnu 'Abbas melakukan
shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari". Sufyan meriwayatkan
dari Mansur, ia mengatakan; "Para sahabat tidak menyukai memelihara shalat
dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan terkadang
meninggalkannya". (Zad al-Ma'ad, juz 1, hal 128,
terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)
4. Shalat dhuha dapat
dikerjakan secara berjamaah. Berdasarkan hadis:
عَنْ عِتْبَانِ بْنِ مَالِكٍ وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهَدَ بَدْرًا مِنَ اْلأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ
إِنِّى قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي وَأَنَا أُصَلِّى لِقَوْمِي وَإِذَا كَانَتِ
اْلأَمْطَارُ سَالَ اْلوَادِى بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَى
مَسْجِدَهُمْ فَأًُصَلِّي لَهُمْ وَوَدِدْتُ أَنَّكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْتِي
فَتُصَلِّي فِي مُصَلَّى فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًى قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَآءَ اللهُ. قَالَ
عِتْبَانُ: فَغَدَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو
بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ حِيْنَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ
الْبِيْتَ ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ تُحِبُّ أَنْتُصَلِّي مِنْ بَيْتِكَ. قَالَ:
فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ فَقَامَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ فَقُمْنَا وَرَاءَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ سَلَّمَ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Itban bin Malik ---dia adalah salah seorang shahabat Nabi yang ikut perang
Badar dari kalangan Ansar--- bahwa dia mendatangi Rasulullah saw lalu berkata:
Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya,
matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka
mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga
aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika
engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat
sehingga bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Akan
kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya Rasulullah
saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau
meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk
rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku shalat dari
rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Kemudian
Rasulullah saw berdiri lalu bertakbir, lalu kami pun berdiri
(shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian mcngucapkan
salam”. [Muttafaq
Alaih].
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا
بِصَلَاتِهِ. [رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban]
Ada pula satu hadis riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari
A’idz ibn ‘Amr, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada suatu kesempatan
pernah melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.
Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)
Comments
Post a Comment