HUKUM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
hai temen-temen semua, Alhamdulilah seneng sekali hari ini aku bisa berbagi sama kalian lagi nih, kali ini aku mau share sama kalian mengenai HUKUM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM , bagi kamu semua yang pengen tahu hukum pernikahan, silahkan dibaca, tapi maaf mungkin baru sedikit dan kurang lengkap, selamat membaca.
HUKUM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sudah diatur oleh hukum
baik itu hukum negara, hukum agama maupun hukum adat, semuanya sudah diatur
sedemikian mungkin. Didalam hal perkawinan juga telah diatur menurut agamanya
masing-masing, agama manapun telah mengatur hukum tentang perkawinan.
Tentang hukum melakukan
perkawinan Ibnu Rusyd menjelaskan : segolongan Fuqoha, yakni jumhur (Mayoritas
Ulama) berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Sunnah. Golongan Zhahiriah
berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib, sementara itu para ulam
malikiyah mutakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya Wajib untuk
sebagian orang, Sunnah untuk sebagian orang, dan Mubah untuk segolongan
lainnya. Semua pendapat-pendapatan diatas berdasarkan pada kepentingan
kemaslahatan dan pendapat-pendapat diatas juga sudah mempunyai alasan-alasan.
Namun Ibnu Rusyd menambahkan bahwa perbedaan pendapat ini disebabkan adanya
penafsiran apa bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits yang berkenaan
dengan masalah ini, haruskah diartikan Wajib, Sunnah, ataukah Mubah ?.
Sesuai dengan firman Allah Swt yang menyatakan :
“…Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak bisa berlaku adil maka kawinilah
satu saja ”.
(QS. An-Nisa’ : 3). (Drs. H.M. Rifai, 1978 : 454 ).
“ Dan kawinilah orang-orang yang sendirian (janda)
diantaramu, dan hamba sahaya laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan”.
(Q.S. An-Nur : 32). (Drs. H.M. Rifai, 1978 : 454)
Hadits tentang penikahan adalah :
“Kawinlah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu kawin, aku
akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain”. (Al-Baihaqi : 1229).
Terlepas dari pendapat para Imam / Madzhab diatas yang
berbeda pendapat didalam mendefinisikan dan menafsirkan arti perkawianan.
Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, islam sangat menganjurkan kepada kaum
muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian kalau
dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan perkawinan serta tujuan dari
perkawinan, maka melaksanakan suatu perkawinan itu dapat dikenakan hukum Wajib,
Sunnah, Haram, makruh ataupun Mubah
. (Sayyid Sabiq 6, 1996 : 22).
1. Pernikahan hukumnya Wajib
Bagi orang yang sudah mampu untuk melangsungkan perkawinan,
namun nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah
bagi dia untuk kawin, sedangkan untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik
kecuali dengan jalan kawin.
Kata Qurtuby :
Orang bujang yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan
agamanya jadi rusak, sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali
dengan kawin, maka tidak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya dia kawin.
Allah berfirman :
“ Hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin menjaga
dirinya sehingga nanti Allah mencukupkan mereka dengan karunia-Nya,” (QS.
An-Nuur : 33).
“Dari Abdullah bin Mas’ud. Ia berkata : telah bersabda
Rasulullah saw, kepada kami : hai golongan orang-orang muda! Siapa-siapa dari
kamu mampu berkawin, hendaklah dia berkawin, karena yang demikian lebih
menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan, dan barang siapa
tidak mampu, maka hendaklah ia bersaum, karena ia itu pengebiri bagimu”.(Ibnu
Hajar Al-Asqalani, A Hassan, 2002 : 431).
2. Perkawinan hukumnya Sunnah
adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi
mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka
sunnahlah ia kawin. Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah,
karena menjalankan hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan islam.
Thabrani meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah bersabda :
“ Sesungguhnya Allah menggantikan cara kependetaan dengan
cara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada kita”. (Sayyid Sabiq 6, 1996 : 23).
3. Perkawinan hukumnya Haram
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan
batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin.
Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai
istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah
boleh ia kawin, sebelum ia terus terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya
atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya. Allah berfirman
:
“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam
kebinasaan dengan tanganmu sendiri…” (QS. Al-Baqarah : 195). (Al-qur’an dan
terjemahan, Departemen Agama RI, 2002 : 36)
4. Perkawinan hukumnya Makruh
Makruh kawin bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu
memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan
tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena
lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut
sesuatu ilmu.
5. Perkawinan hukumnya Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk
kawin, maka hukumnya mubah.
udah dulu ya, lagi banyak tugas......
Comments
Post a Comment